Lajnah Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) Jepara

Gambar; Gedung NU Jepara, Kampus INISNU, STIENU dan STTDNU Jepara

Sabtu, 20 November 2010

Model Konvergensi untuk Atasi Masalah Pendidikan di Lingkungan NU

Pengembangan model konvergensi merupakan jawaban bagi nahdliyyin dan kaum muslimin di banyak tempat untuk mengatasi pengaruh pendidikan model Barat yang hanya berorientasi nalar kognitif.
Demikian dituturkan oleh Ketua Yayasan Perguruan Tinggi NU (YPTNU) Abdul Aziz MA dalam halaqah pendidikan dan pelepasan mahasiswa lulusan program akta IV Sabtu (4/8) di gedung PBNU.
Dijelaskan oleh Aziz dalam sejarahnya, terdapat tiga model pendidikan yang ada di Indonesia. Model pertama adalah pendidikan yang berientasi nalar keagamaan dan olah rohani seperti pesantren diniyah dan ma’had aly. Model kedua adalah sekolah yang berientasi nalar kognitif dan ketrampilan kerja jasmaniyah seperti sekolah dan universitas sedangkan yang ketiga merupakan model konvergensi atau penggabungan dari model pertama dan kedua.
Sebelum Indonesia lahir, muslim nusantara hanya mengenal model pesantren dan sejenisnya sedangkan pendidikan sekolah diperkenalkan oleh Belanda. “Karena latar belakang sejarah dan alasan-alasan cultural, warga NU sampai sekarang lebih banyak mengembangkan model pendidikan pesantren dan sejenisnya, termasuk STAINU,” paparnya.
Sayangnya dalam UU Sisdiknas, lembaga pendidikan seperti ini dianggap sebagai pendidikan pelengkap dan menempatkan sistem sekolahan sebagai arus utama. Namun demikian, dalam upaya mengejar ketertinggalan iptek, transformasi menuju model konvergensi tersebut masih dimungkinkan.
“Perlu diingat bahwa sejumlah universitas terkenal di Amerika seperti Harvard, Yale dan Princenton adalah bekas sekolah-sekolah seminari sebelum menjadi yang seperti sekarang ini,” tandasnya.
Dalam hal ini, bisa dibentuk pesantren teknologi yang didalamnya selain mempelajari agama, juga berupaya mengembangkan teknologi baru untuk kemaslahatan ummat. “Riset di Barat merupakan kolaborasi dengan pemilik modal untuk kepentingan pasar sehingga sepenuhnya untuk kepentingan bisnis,” jelasnya.
Belakangan ini, memang sudah banyak warga NU yang berinisiatif membangun universitas, sayangnya masih bekerja sendiri-sendiri, bahkan cenderung berkompetisi daripada bertaawun. Aziz juga berharap NU segera memiliki konsep pendidikan tingginya. (mkf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar